Layar perak kembali dipenuhi cahaya dan bayangan mitologi kuno. Creation of the Gods II: Demon Force, sekuel dari epos fantasi karya sutradara Wuershan, menghidupkan kembali babak baru dari kisah klasik Fengshen Yanyi—sebuah legenda yang telah berakar dalam budaya Tiongkok selama berabad-abad. Kali ini, peperangan bukan sekadar adu kekuatan, melainkan pertarungan ideologi, kesetiaan, dan nasib peradaban. Cerita dibuka dengan gempuran besar-besaran pasukan Dinasti Shang yang dipimpin oleh Taishi Wen Zhong (Li Xuejian). Didampingi pendekar wanita tangguh Deng Chanyu (Narana Erdyneeva) dan empat Jenderal Mo yang legendaris, Wen Zhong membawa misi menaklukkan wilayah Xiqi—sebuah negeri yang dianggap durhaka. Derap kuda perang, dentang senjata, dan teriakan perang menggema, menandai dimulainya konfrontasi epik yang akan menguji batas manusia dan dewa. Di pihak lain, Ji Fa (Yu Shi), pangeran muda Xiqi, memikul tanggung jawab mempertahankan tanah airnya. Ia tak sendirian—muncul Jiang Ziya (Huang Bo), mantan abadi dari gunung suci Kunlun, yang membawa pengetahuan supranatural dan kitab takdir Fengshen Bang. Bersama para prajurit dan rakyat Xiqi, mereka membangun pertahanan terakhir, memadukan taktik perang dunia fana dengan kekuatan gaib dari dunia abadi. Pertempuran demi pertempuran digelar, masing-masing sarat visual spektakuler—dari duel satu lawan satu di atas tembok kota hingga bentrokan raksasa melibatkan makhluk-makhluk mitologi. Efek visual menonjol, memadukan detail kostum dan set tradisional dengan teknologi CGI canggih, menciptakan lanskap yang seolah keluar langsung dari gulungan lukisan klasik Tiongkok. Namun di balik gemerlap dan dentuman, film ini memotret dilema moral yang dalam: bagaimana mempertahankan kehormatan ketika musuh adalah sesama manusia, dan kapan sebuah perang menjadi panggilan suci atau sekadar ambisi kekuasaan. Wuershan menenun narasi dengan simbolisme kuat—air, api, langit, dan tanah—menggambarkan keseimbangan kosmik yang terancam runtuh. Dengan durasi 145 menit, Demon Force memberi ruang bagi pengembangan karakter. Deng Chanyu tampil bukan hanya sebagai pejuang, tetapi juga sosok yang digerakkan rasa hormat dan kesetiaan. Ji Fa dihadapkan pada dilema kepemimpinan: memimpin dengan tangan besi atau hati nurani. Jiang Ziya, sebagai penghubung antara dunia fana dan abadi, terus bergulat dengan beban takdir yang telah digariskan. Seperti pendahulunya, film ini juga menyiapkan panggung untuk bab terakhir trilogi. Konflik yang belum tuntas, nasib para pahlawan yang masih menggantung, dan rahasia di balik Fengshen Bang menjadi jembatan menuju klimaks akhir. Meski beberapa kritikus menilai alurnya sedikit longgar, mayoritas sepakat bahwa Creation of the Gods II: Demon Force tetap mempertahankan statusnya sebagai salah satu karya fantasi layar lebar terbesar asal Tiongkok—menggabungkan drama kemanusiaan, kemegahan visual, dan rasa hormat pada akar budaya yang melahirkannya.